HAJI dan UMRAH

A.  HAJI


1. Pengertian Haji 
    dan Hukumnya
Kata "haji" berasal dari "hajja-yahijju-hijjun" (kata benda) dan "hajja-yahujju-hajju" (kata sifat). Haji secara bahasa (etimologi) artinya adalah berziarah, menyengaja atau mengunjungi. Dalam istilah (terminologi) syar'i, haji berarti "melakukan perjalanan dengan disengaja ke tempat-tempat suci  dengan amalan-amalan tertentu dengan niat beribadah kepada Allah SWT". Sedangkan defenisi lain, sesuai makna kedua dari haji, adalah "melaksanakan rukun Islam yang kelima sebagai alamat penyempurnaan keislaman seorang Muslim".
Firman Allah swt:
Artinya:
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia;  mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S. Al-Imran[3]: 97)

Sabda Rasulullah saw:
“Dari Ibnu Abbas, bahwa al-Aqra’ bin Habis bertanya; ya Rasylullah, apakah haji itu wajib dikerjakan setiap tahun atau sekali saja? Rasulullah Saw menjawab: Ya, wajib hanya satu kali saja, maka siapa yang menambah itu sebagai ibadah sunnah.

Dari ayat dan hadist di atas dapat diketahui bahwa haji hukumnya wajib atau fardhu ‘ain bagi semua Muslim, pria maupun wanita yang telah memenuhi syarat wajib haji, sekali dalam seumur hidup. Haji yang ke dua, ketiga, dan seterusnya dihitung sebagai haji sunnah. Kemudian, jika seorang belum baligh kemudian melakukan haji, maka hajinya tetap sah, tetapi ia kewajibannya untuk berhaji masih tetap ada sehingga ia melakukannya setelah baligh. 
2. Syarat Wajib Haji

Syarat wajib haji adalah hal-hal yang membuat seseorang menjadi wajib melakukan haji. Apabila ada salah satu saja dari syarat wajib haji belum ada atau dimiliki oleh seseorang maka ia belum wajib melakukan haji. Syarat wajib haji yaitu,
a.    Islam.
b.    Berakal.
c.    Baligh.
d.   Merdeka.
e.    Mampu (istitha'ah)
Syarat mampu di sini meliputi beberapa syarat, yakni:
1)    Mempunyai biasa untuk naik haji
2)    Mempunyai bekal yang cukup
3)    Ada kendaraan
4)    Aman dalam perjalanan
5)    Syarat wajib bagi perempuan, hendaknya bersama dengan muhrimnya atau dengan orang yang bisa dipercaya.
6)    Sehat jasmani dan rohani.
3. Rukun dan Wajib Haji

Yang membedakan haji dengan ibadah lain salah satunya adalah, di dalam haji terdapat rukun haji dan wajib haji. Perbedaannya:
-          Rukun Haji ialah sesuau yang harus dikerjakan sewaktu melakukan ibadah haji dan tidak dapat digantikan dengan membayar dam (denda) apabila ditinggalkan. Jadi, apabila salah satu dari rukun haji ditinggalkan maka seseorang belum bisa dikatakan berhaji, dalam arti lain hajinya menjadi batal, tidak sah.
-          Wajib haji yaitu seseuatu yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji, tetapi apabila ditinggalkan bisa diganti dengan membayar denda (dam).
a.    Rukun Haji, yaitu:
1)    Ihram: Berniat mulai mengerjakan haji
2) Wukuf: Hadir di padang arafah mulai tergelincir matahari pada waktu (dzuhur) tanggal 9 dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
3) Thawaf Ifadhah: Mengelilingi ka’bah 7 putaran diawali dari hajar aswad dengan Ka’bah berada di sebelah kiri.
4) Sa'i: Berlari-lari kecil antara bukit shafa dan marwa sebanyak tujuh kali dimulai dari bukit shafa dan diakhiri di bukit marwa. Perjalanan dari Shafa=>Marwa dihitung satu kali.
5)    Tahallul: mencukur atau memendekkan rambut.
6)    Tertib: lima rukun haji tersebut dilakukan berurutan.
b.    Wajib haji, yaitu:
1)  Berihram dari Miqat.
2)  Mabit di Muzdalifah (berada di Mudzalifah sesudah tengah malam hari raya haji)
3)  Melempar Jumrah aqabah pada hari raya haji (tanggal 10 Dzulhijjah)
4)  Melempar tiga jumrah (pada tiap-tiap hari tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah). Jumrah yang dilempar sebanyak tujuh batu kecil dan dikerjakan setelah tergelincirnya matahari.
5)   Bermalam di Mina (2-3 malam)
6) Tawaf Wada': Thawaf yang dilakukan pada waktu akan meninggalkan kota Makkah.
7)   Menjauhkan diri dari segala larangan 

4. Syarat Sah Haji

Haji termasuk ibadah mahdhah, karena itu harus dikerjakan sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah agar haji dinilai sah secara hukum Islam. Adapun syarat sah haji adalah sebagai berikut:
a.    Dilaksanakan sesuai batas-batas waktunya
b.    Melakukan urutan pelaksanaan haji baik rukun maupun wajib haji.
c.    Memenuhi semua syarat pelaksanaan serangkaian amalan dalam haji misalkan thawaf, sai, dan seterusnya.
d.    Dilaksanakan ditempat yang telah ditentukan berdasarkan syariat.
5. Macam-Macam Pelaksanaan Haji (Manasik Haji)

Ibadah haji dan Umrah memang merupakan dua ibadah yang berbeda. Tetapi dalam ibadah haji merupakan rangkaian ibadah yang didalamnya terdapat ibadah umrah. Sementara kalau orang melakukan umrah ia tidak diwajibnya mengerjakan haji.
Macam-macam cara pelaksanaan ibadah haji adalah:
a. Ifrad: Melakukan haji terlebih dahulu baru kemudian mengerjakan umrah. Orang yang mengerjakan haji Ifrad tidak dikenakan membayar dam.
b. Qiran: Ibadah haji dan Umrah dilakukan dalam satu niat. Haji Qiran wajib membayar dam yakni menyembelih domba yang sah untuk kurban atau berpuasa kafarat selama sepuluh hari, tiga hari dilakukan di tanah suci dan 7 hari di tanah asal.
c.  Tamattu': Berihram untuk umrah terlebih dahulu baru kemudian berihram untu haji yang dilakukan pada bulan-bulan haji. Cara berhaji tamattu’ ini juga dikenai dam sebagaimana haji Qiran.
6. Tata Cara, Urutan, dan Pedoman Manasik Haji 
a. Rukun Pertama : Ihram
Yaitu melakukan ritual "niat" haji atau umrah dan/atau haji sekaligus dari Miqat yang telah ditentukan dengan bacaan yang telah ditentukan karena Allah ta'ala.
1)    Wajib-wajib Ihram:
a)   Melakukannya di Miqat atau sebelu miqat.
b)  Membaca Talbiyah: (Labbaeka Allahumma Labbaek. Labbaeka laa syariika    laka labbaek. Innal hamda, wanni'mata laka wal mulk, laa syariika lak).
c)    Memakai pakaian tidak berjahit (pria) dan Muslimah (wanita)
d)   Menjaga larangan-larangan selama ihramnya
2)    Sunnah-Sunnah Ihram:
a)    Mandi / Wudhu
b)   Mencukur/memotong (kuku, kumis, bulu ketiak, kemaluan)
c)    Berwangian sebelum membaca niat (di badan)
d)   Shalat sunnah 2 raka'at
e)  Memperbanyak "talbiyah"
3)    Larangan-Larangan Ihram (ada ketentuan dendanya):
a)    Mencabut rambut.
b)   Menggunting kuku.
c)    Memakai wangi-wangian.
d)   Membunuh hewan buruan.
e)    Mencabut pepohonan di tanah suci
f)    Mengenakan pakaian berjahit (bagi laki-laki).
g)   Menutupi kepala dengan sesuatu yang menempel (bagi pria)
h)    Memakai tutup muka dan kaos tangan (bagi wanita)
i)     Menutupi mata kaki (bagi pria)
j)     Melangsungkan pernikahan, menikah atau menikahkan.
k)   Berhubungan suami isteri.
l)     Bercumbu (bermesraan) dengan syahwat.
m)   Keluarnya airmani karena sengaja.
4)    Sanksi pelanggaran larangan Ihram:
a)  Ia melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah (tebusan).
b)  Ia melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena sakit. Perbuatannya tersebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar fidyah.
c) Ia melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa. Dalam keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar fidyah.

Jika yang dilanggar itu berupa memotong rambut, menggunting kuku, memakai wangi-wangian, bercumbu karena syahwat, laki-laki mengenakan kain yang berjahit atau menutupi kepalanya, atau wanita memakai tutup muka (cadar) atau kaos tangan maka fidyahnya antara tiga, boleh memilih salah satu daripadanya:
a)  Menyembelih kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak boleh memakan sesuatu pun daripadanya).
b) Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.).
c)   Berpuasa selama tiga hari di tanah suci dan 7 hari jika kembali ke negara asal.
d)   Jika yang dilakukan adalah larangan-larangan berikut
e)  Melamar atau melangsungkan pernikahan, tidak ada ketetapan. Namun ada yang berpendapat dengan memotong kambing.
f)  Membunuh binatang buruan (darat) dengan memotong hewan yang dibunuhnya (kambing dengan kambing)
g)  Bersetubuh (dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia melakukannya secara sengaja sebelum tahallul pertama, hajinya batal, menyembelih onta serta wajib melakukannya kembali pada tahun berikutnya. Jika dilakukan setelah tahallul pertama, maka dendanya adalah memotong kambing (jumhur ulama).
b.     Rukun Kedua, Wukuf Di Arafah
Wukuf berarti "berhenti". Sedangkan dalam pengertian Syar’i wukuf adalah berdiam di padang Arafah sejak tergelincir matahari pada tgl 9 dzulhijjah dengan niat ibadah karena Allah.
Arafah adalah nama sebuah padang, sekitar 8 mil dari kota Makkah. Padang ini dinamai "arafah" berarti "mengenal", karena riwayat menyebutkan bahwa di padang inilah Adam dan Hawa kembali saling bertemu dan mengenal setelah masing-masing diturunkan ke bumi pada tempat yang berjauhan.
Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama. Sehingga barangsiapa yang tidak sempat melakukan wukuf, walau telah melakukan semua rukun yang lain, hajinya dianggap tidak ada.
1)    Wajib Wukuf:
a) Dilakukan di dalam daerah Arafah (Kalau sempat keluar walau sejengkal sebelum terbenam, diwajibkan membayar dam)
b) Dilakukan hingga terbenam matahari (kalau mengakhirinya sebelum terbenam, wajib membayar dam).
2)    Sunnah-Sunnah Wukuf:
a)   Melakukan shalat Zhuhur dan Asar (dijama' dan diqashar)
b)   Mendengarkan secara khidmad Khutbah Arafah
c)   Memperbanyak dzikir, doa atau baca Al Qur'an.
c.    Rukun Ketiga, Thawaf
Thawaf berarti "mengelilingi". Dalam pengertian syar'i, thawaf difahami sebagai mengelilingi Ka'bah selama tujuh putaran dengan niat ibadah karena Allah Ta'aala.
1)  Macam-Macam Thawaf:
Ada 4 macam thawaf:
a) Thawaf Qudum, yaitu thawaf selamat datang. Thawaf ini hanya berlaku bagi mereka yang melakukan haji Ifrad.
b)   Thawaf Ifadhah, yaitu thawaf rukun (haji / umrah).
c)  Thawaf Sunnah, yaitu thawaf-thawaf yang dilakukan kapan saja bilamana ada peluang.
d)  Thawaf Wada', yaitu thawaf selamat tinggal, yang dilakukan jika seorang haji akan meninggalkan tanah haram.
Tata cara dan syarat pelaksanaan empat macam thafaf di atas adalah sama, yang membedakan adalah niatnya. 
2)    Syarat-syarat Thawaf, yaitu:
a)  Suci
b)  Menutup aurat
c)  Di luar Ka'bah dan masih di dalam masjid al Haram
d)  Ka'bah di sebelah kiri
e)  Sempurna tujuh keliling
f)   Dimulai dan berakhir di sudut hajar aswad

3)    Sunnah-Sunnah Thawaf:
a) Mencium hajar aswad (jika tidak memungkinkan, dengan mengacungkan tangan dan menciumnya) sambil membaca: "Bismillah Allahu Akbar, abda' bimaa adaallahu wa Rasuluhu bihi"
b) Membaca doa: "Allahumma imaanan bika watishdiikan bikitaabika  wattibaa'an lisunnati nabiyyika Muhammadin Sallallahu 'alaihi wasallam"
c)   Pada 3 putaran pertama, bagi laki-laki melakukan harwalah (berlari-lari kecil)
d)  Idhtiba' (menggantungkan kain atas di bawah ketiak)
e)  Melambaikan tangan ke Rukun Yamani (tanpa mencium)
 f) Membaca "Rabbana Aatina fidddunya hasanah wa fil Akhirah hasanah waqinaa adzaabannar" antara sudut keempat dan pertama (yamani-hajar al aswad)
 g)  Memperbanyak doa, dzikir atau bacaan al Qur'an (sesuai kemampuan dan tanpa ikatan dengan doa puataran pertama, kedua, dst.)
h)  Shalat di belakang "Maqam Ibrahim" dengan membaca: pada raka'at pertama alfaatihah dan Al Kaafirun dan pada raka'at kedua al faatihah dan Al Ikhlas
i)   Berdoa di depan "Multazam" (sesuai hajat masing-masing).
j)    Meminum air zamzam (turun menuju tempat sumur zam zam).
d.    Rukun Keempat, Sa'i
Sa'i secara bahasa berarti "berusaha keras". Secara syar'i diartikan: "Berkeliling antara bukit Shafa dan Marwa selama tujuh kali dengan niat ibadah karena Allah ta'ala".
1)      Syarat-Syarat Sa'i:
a)   Suci
b)   Tujuh putaran (bolak-balik)
c)    Dimulai dari Shafa dan berakhir di Marwa
3)  Sunnah-Sunnah Sa'i:
a) Saat memulai dengan menghadap Ka'bah, melambaikan tangan sambil membaca: "Bismillah abda' bimaa badaaLLAHU Wa Rasuluhu bihi"
b)   Mulai berjalan sambil membaca: "Innas Shafa wal Marwata min Sya'aairillah. Faman hajjal baeta awi'tamara falaa junaaha 'alaehi an yatthawwafa bihimaa. Famantathawwa'a khaeran fainnaLLAH syaakirun 'aliim". (dibaca setiap mendekati Shafa atau Marwa)
c)    Berlari-lari di antara dua lampu pijar (bagi pria)
d)   Memperbanyak doa, dzikir atau bacaan Al Qur'an
e)   Mengakhiri dengan berdoa menghadap Ka'bah

e.      Rukun Kelima, Tahallul
Pengertian "Tahallul" adalah menghalalkan kembali apa-apa yang tadinya dilarang ketika masih dalam keadaan ihram. Tahallul ada dua macam; tahallul pertama dan tahallul kedua.
Tahallul pertama adalah melakukan pemotongan rambut baik secara keseluruhan atau hanya sebagianm walau hanya sepanjang 2 inci oleh Syafi'i, setelah melakukan dua rukun ditambah satu wajib haji. Jadi setelah melakukan ihram (rukun 1) lalu wukuf (rukun 2), dilanjutkan dengan melempar Jamrah Aqabah, sesorang haji telah diperbolehkan untuk melakukan tahallul pertama. Orang yang telah melakukan tahallul pertama, telah bebas dari beberapa larangan-larangan ihram, kecuali hubungan suami isteri (jima').
Tahallul kedua adalah jika semua rangkaian rukun haji telah dilakukan, termasuk thawaf ifadhah dan Sai' haji. Tahallul kedua tidak dilakukan pemotongan, melainkan jatuh dengan sendirinya jika kedua hal di atas telah dilakukan. Setelah tahallul kedua jatuh, semua larangan ihram boleh dilakukan kembali, termasuk hubungan suami isteri.
  7. Miqat dan Macam-macamnya

Miqat secara bahasa berarti batas. Ada dua macam miqat, yakni miqat zamani dan miqat makani.  a. Miqat zamani: Ketentuan-ketentuan batas waktu ihram.
Firman Allah:
 Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah: 197)

Miqat dalam ibadah haji dimulai pada tanggal 1 syawal sampai dengan terbit fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
    1. Miqat Makani: ketentuan batas-batas tempat  wajib memakai pakaian ihram. Terdapat tempat-tempat yang telah ditentukan dalam syariat untuk memulai ihram haji dan umrah.
Miqat Makani tersebut terdiri dari beberapa tempat, yaitu:
1)    Dzul Hulaifah (sekarang dinamakan Abyar ‘Ali atau Bir ‘Ali). Tempat ini adalah miqat bagi penduduk kota Madinah dan yang datang melalui rute mereka.
2)    Al-Juhfah. Tempat ini adalah miqat penduduk Saudi Arabia bagian utara dan negara-negara Afrika Utara dan Barat, serta penduduk negeri Syam (Lebanon, Yordania, Syiria, dan Palestina).
3)   Qarnul Manazil (sekarang dinamakan As-Sail). Tempat ini merupakan miqat penduduk Najd dan yang setelahnya dari negara-negara Teluk, Irak (bagi yang melewatinya), Iran, dll. Demikian pula penduduk bagian selatan Saudi Arabia yang berada di seputaran pegunungan Sarat.
4) Yalamlam (sekarang dinamakan As-Sa’diyyah), ini adalah miqat penduduk Yaman, Indonesia, Malaysia dan sekitarnya.
5)  Dzatu ‘Irqin (sekarang dinamakan Adh-Dharibah). Miqat orang-orang yang datang dari iraq dan negeri-negeri yang sejajar dari arah itu.
6) Adapun bagi penduduk makkah maka miqatnya dari rumah masing-masing.
Materi Fiqih Kelas VIII yang termuat dalam blog ini ini disusun oleh: M. Yusuf Amin Nugroho, Guru MTs Negeri Wonosobo


===================================================
Jangan lupa untuk mengerjakan Latihan Soalnya:
Baca juga materi kelanjutannya:
Perlu juga membaca ulasan mengenai buku-buku Haji di blog ini: 
Situs rekomendasi yang penting dikunjungi:

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »